Meningkatkan Kinerja dalam Teknologi Pendidikan
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di
dalam lembaga apapun yang bersentuhan langsung dengan masyarakat terutama yang
menyangkut pelayanan publik hal penting yang paling dituntut adalah performa
lembaga tersebut baik manusia, birokrasi/prosedur hingga teknologi pendukung.
Contohnya jika kita hendak membuat KTP atau SIM. Kita pasti ingin
mendapatkan dua surat penting tersebut lebih cepat, kalau bisa tidak hitungan
hari lagi namun jam. Alih-alih mewujudkan harapan tersebut, yang terjadi kerap
kali adalah sebuah pemandangan pola kerja manusia yang lamban, birokrasi
beberapa meja, dan teknologi usang yang terlihat aneh di jaman hi-tech ini.
Lalu ilmu kebatinan pun dimunculkan, “mengapa kinerja lembaga ini begitu buruk?
Tidakkah ada usaha untuk memperbaiki performa kerja mereka?” Hasilnya adalah kekecewaan
masyarakat karena bagaimanapun alasan situasional yang dikemukan oleh lembaga
telah menimbulkan persoalan-persoalan antara lain:
1. Pemborosan
waktu
2. Pemborosan
biaya kedua belah pihak
3. Ketidakefektifan
proses pembuatan
Melihat
berbagai masalah di atas maka yang dibutuhkan adalah sebuah proses perbaikkan
atau peningkatan performa. Performa siapa? Tentu semua unsur yang terlibat di
dalam lembaga atau instansi yang ada, yang memiliki kepentingan langsung dengan
publik.
Lalu
bagaimana dengan dunia pendidikan? Apakah unsur di dalam pendidikan juga
membutuhkan peningkatan performa? Jawabnya adalah ya dan harus karena
pendidikan adalah bidang yang memiliki hubungan paling dekat bahkan melekat
dengan masyarakat yaitu peserta didik dan pengguna output dari pendidikan
tersebut. Dengan merujuk pada tulisan Michael Molenda dan James A. Pershing
“Improving Performance” dalam buku Educational Technolog: A
Definition with Commentary karya Alan Januszweski and Michael Molenda
(2008), makalah ini akan mengulas bagaimana teknologi dapat dipakai untuk
menambah keterlibatan unsur pendidikan dalam rangka meningkatkan kinerja
manusia. Batasannya adalah pada peningkatan performa dengan keterlibatan
pendidikan bukan seluas yang dimaksud oleh HPT (human performance technology) atau
teori manajemen.
1.2 Rumusan Masalah
Dari permasalahan diatas, maka penulis dapat
merumuskan masalah yaitu:
1. Bagaimana meningkatkan kinerja dalam konteks teknologi
pendidikan
2. Apakah teknologi pendidikan bisa memecahkan
masalah-masalah belajar
3. Apakah teknologi pendidikan bisa meningkatkan kinerja
1.3 Tujuan Penulisan
1. Memenuhi persyaratan perkuliahan pada mata kuliah
landasan teknologi pendidikan
2. Melalui teknologi pendidikan diharapkan bisa
memecahkan masalah belajar atau bisa memfasilitasi pembelajaran agar efektif,
efisien dan menarik
3. Melalui teknologi pendidikan diharapkan bisa meningkatkan kinerja
BAB II
KAJIAN TEORI
A. Meningkatkan Kinerja
Menurut
Association for Educational Communications and Technology atau disingkat AECT
(2004), Teknologi Pendidikan (TP) didefinisikan sebagai “the study and ethical
practice of facilitating learning and improving performance by creating, using,
and managing appropriate technological processes and resources.” Ini
adalah definisi terbaru yang menyatakan bahwa teknologi pendidikan adalah studi
dan praktek etis dalam upaya memfasilitasi pembelajaran dan meningkatkan
kinerja dengan cara menciptakan, menggunakan/memanfaatkan, dan mengelola proses
dan sumber-sumber teknologi yang tepat. Jelas, tujuan utamanya yaitu untuk:
a)
Memecahkan masalah belajar atau memfasilitasi pembelajaran agar efektif,
efisien dan menarik; dan
b)
Meningkatkan kinerja.
Dalam
teknologi pendidikan improving performance atau diterjemahkan
sebagai meningkatkan kinerja lebih sering merujuk pada suatu pernyataan
mengenai keefektifan; bisa merupakan cara-cara yang diharapkan membawa hasil
yang berkualitas, produk yang diharapkan dapat menciptakan proses belajar yang
efektif, dan perubahan-perubahan kompetensi yang dapat diterapkan di dunia
nyata. Makna belajar itu pun menhBelajar merupakan suatu rangkaian proses
interpretasi berdasarkan pengalaman yang telah ada, interpretasi tersebut
kemudian dicocokan pengalaman-pengalaman baru.
Efektif
sering kali berdampak pada efisiensi, yaitu hasil yang dicapai dengan
penggunaan waktu, tenaga, dan biaya seminim mungkin. Namun apa yang dimaksud
dengan efisien sangatlah tergantung pada tujuan yang hendak dicapai. Efisiensi
dalam gerakan pengembangan instruksional sistematis didefinisikan sebagai
menolong peserta didik mencapai tujuan-tujuan yang telah ditetapkan sebelumnya
yang diukur dengan evaluasi terstruktur (tes, ulangan, dsb). Oleh sebab
itu proses kegiatan belajar dilakukan dengan tahapan-tahapan yang sistematis.
Pandangan ini berbeda dengan pendekatan cara belajar konstruktivis. Cara
pandang konstruktivis menekankan pada posisi peserta didiklah yang menentukan
tujuan mereka sendiri dan bagian apa yang hendak dipelajari. Belajar yang benar
dan berhasil adalah apabila ilmu pengetahuan dapat dipahami secara mendalam,
dialami, dan diterapkan untuk mengatasi masalah-masalah di dunia nyata, bukan
berdasar hasil ujian atau ulangan. Konstruktivisme cenderung mempersoalkan
perancangan lingkungan belajar daripada pentahapan kegiatan pembelajaran.
Lingkungan belajar ini merupakan konsteks yang kaya, baik dari landasan
pengetahuan, masalah yang otentik, dan perangkat yang digunakan untuk
memecahkan masalah. Itulah sebabnya efisiensi tergantung pada apa tujuan yang
hendak dicapai dalam proses belajar.
Sementara
kata performance atau kinerja merujuk pada dua hal yang saling
berkesinambungan:
a)
Kemampuan peserta didik untuk menggunakan dan mengaplikasikan kompetensi baru
yang telah dicapainya; bukan sekedar mendapat pengetahuan kemudian stagnan,
namun pengetahuan itu meningkatkan kompetensi dan kompetensi tersebut dapat
diaplikasikan secara nyata.
b)
Selain menolong peserta didik memiliki kompetensi yang lebih baik, alat dan
ide-ide teknologi pendidikan dapat membantu para guru maupun perancang
pembelajaran menjadi tenaga pendidik yang lebih mumpuni. Hasilnya mereka dapat
menolong berbagai institusi mencapai tujuan dengan lebih baik.
Itulah
mengapa teknologi pendidikan menyatakan dirinya sebagai salah satu bidang yang
punya kemampuan untuk meningkatkan produktifitas pada level individu yaitu
peserta didik dan tenaga pendidik hingga level organisasi.
Dalam
tulisan Molenda dan Pershing makna peningkatan performa atau kinerja dibatasi
pada keterlibatan teknologi dalam bidang pendidikan semata. Artinya bahwa
teknologi dapat meningkatkan peran pendidikan untuk memperbaiki kinerja dan
kualitas manusia.
B. Peningkatan
Kinerja Peserta Didik Sebagai Pribadi
Pembelajaran
dewasa ini menghadapi dua tantangan. Tantangan pertama, adanya perubahan
persepsi tentang belajar itu sendiri dan tantangan kedua adanya
teknologi informasi dan telekomunikasi yang memperlihatkan perkembangan
yang sangat luar biasa. Dalam kerangka pembelajaran individual, teknologi
pendidikan sebagai sebuah studi berupaya untuk meningkatan kinerja atau
performa peserta didik melalui beberapa cara yaitu:
1.
Memberi pengalaman belajar bernilai lebih dengan difokuskan pada tujuan yang
hendak dicapai, bukan sekedar keberhasilan melewati serangkaian test
terstruktur.
2.
Alih-alih menghafal pelajaran, melalui pemanfaatan teknologi
pengalaman-pengalaman belajar yang didapat diharapkan dapat membawa pada
tingkat pemahaman yang lebih dalam. Jika proses belajar ini dibuat lebih
bernilai dengan mendesainnya sedemikian rupa, maka pengetahuan dan kompetensi
yang baru dapat tertransfer lebih baik lagi.
Individual
learning atau pembelajaran individual dapat diartikan “the ability of
individuals to experience personal growth in their interactions with the world
around them.”(www.ask.com). Melalui
pembelajaran individual peserta didik langsung mengalami apa yang
dipelajarinya, membangun sebuah pemahaman dengan model self-discovery sehingga
penghayatan akan makna pelajaran menjadi lebih dalam tertanaman. Ada sebuah
pepatah Cina kuno yang mengatakan
“Apa yang saya dengar,
saya lupa; apa yang saya lihat, saya ingat;
Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Apa yang saya lakukan, saya paham.”
Pembelajaran
bernilai lebih yang dimaksud oleh teknologi pendidikan adalah bahwa melalui
aplikasi teknologi dalam bidang pendidikan:
1.
Tujuan pembelajaran yang berfokus pada tes atau ujian yang sifatnya sangat
dangkal dapat diubah. Artinya bahwa pembelajaran bagi siswa bukanlah sekedar
menggali kemampuan kognitif, apalagi pada tingkat kognitif yang rendah yaitu
pengetahuan dan pemahaman. Tujuan pembelajaran yang sekedar “berhasil dalam
ujian” sudah pasti tidak memberikan peningkatan performa pada peserta didik.
2.
Pengabaian pendidikan akan adanya multiple intelegensi pada peserta didik dapat
dihindari. Menurut Howard Gardner, hakikatnya terdapat 7 tipe intelegensia anak
(manusia secara umum), namun di sekolah hanya 2 tipe yang dimasukkan dalam
intrakurikuler yaitu kemampuan berbahasa dan logika matematika. Sementara 5
intelegensia yaitu musik, kemampuan spasial, kinestetik, interpersonal, dan
intrapersonal hanya merupakan tambahan. Konsekuensinya, output pembelajaran
dalam pendidikan formal cenderung diasosiasikan dengan ilmu pengetahuan yang
sempit, terbatas, dan pada tingkat yang redah.
3.
Pembelajaran dapat merambah pada semua tingkat atau ranah kemampuan peserta
didik yang semestinya baik kognitif, afektif, maupun psikomotorik (taksonomi
Bloom). Oleh karenanya salah satu cara yang diusahakan oleh teknologi
pendidikan untuk meningkatkan kinerja peserta didik adalah melalui
praktek-praktek design pembelajaran (pendekatan ID sistematis – Morrison)a ang
mengarahkan perencana pembelajaran berpikir tentang berbagai outcome
pembelajaran dan mengklarifikasi pada level apa tipe pembelajaran yang
diharapkan. Jika saja keadaan ini tercipta maka peserta didik lebih dapat
menikmati pengalaman aktifitas-aktifitas belajar dan metode penilaian yang
sesuai dengan kebutuhan belajar, bukan sekedar ujian yang terstandarisasikan.
4.
Kedalaman pembelajaran lebih mungkin dicapai. Hal ini untuk mengatasi apa yang
sering terjadi dalam proses belajar yaitu belajar untuk menghafal. Weigel
mengemukakan istilah pembelajaran di permukaan (surface learning) dan
pembelajaran mendalam (deep learning) untuk memberikan perbedaan tujuan yang
menyolok.Surface learning diwakilkan oleh kebiasaan penghafalan fakta,
memperlakukan materi sebagai bagian-bagian informasi yang tidak berkaitan, dan
melakukan prosedur rutin tanpa berpikir. Sebaliknya tujuan deep
learning adalah mendorong peserta didik mengaitkan ide-ide dengan
pengetahuan yang sudah didapat, mencari pola-pola utama, mempelajari
pernyataan-pernyataan yang ada secara kritis, dan merefleksikannya dengan
pemahaman mereka sendiri. Deep learning dapat terjadi dalam komunitas
pembelajar yang berorientasi pada penyelidikan (inquiry-oriented). Komunitas
ini bisa tercipta melalui aplikasi teknologi informasi dengan memanfaatkan web
berbasis jaringan kerja seperti blog.
5.
Terjadi transfer pembelajaran dalam dunia pendidikan formal. Diakui bahwa
teknologi dapat membantu siswa memiliki kemampuan yang tinggi, sekaligus
menerapkan pengetahuan baru di luar ruang kelas. Artinya bahwa dengan teknologi
transfer ilmu pengetahuan tidak terbatas semata dalam ruang kelas melalui
design pembelajaran (disebut sebagai soft technology) yang disusun
pengajar, namun juga melalui hard technology yaitu penciptaan dan
pemanfaatan lingkungan dimana pembelajar dapat mempraktekan pengetahuan dan
kemampuannya dalam dunia nyata.
Teknologi
pendidikan tidak hanya bergerak di persekolahan tapi juga dalam semua aktifitas
manusia (seperti perusahaan, keluarga, organisasi masyarakat, dll) sejauh
berkaitan dengan upaya memecahkan masalah belajar dan peningkatan
kinerja. Oleh karena kinerja peserta didik baik di sekolah maupun di
tempat kerja dapat ditingkatkan melalui penggunaan teknologi teknologi lunak
seperti desain pembelajaran (ID) danhard-tech, juga penciptaan dan pemanfaatan
lingkungan di mana peserta didik dapat mempraktekkan dan mengaplikasi ilmu
pengetahuan yang didapat dalam dunia nyata.
C. Peningkatan
Kinerja Guru dan Para Perancang Pembelajaran
Aplikasi
teknologi dalam bidang pendidikan dapat menolong para tenaga pengajar
menciptakan proses belajar yang lebih menarik dan bernilai manusiawi. Teknologi
pendidikan bagi pengajar memiliki manfaat luar biasa terutama dalam
meminimalisir waktu pembelajaran dan meningkatkan efektifitas yang pada
akhirnya dapat menambah produktifitas tenaga pengajar.
Beberapa
langkah yang bisa digunakan untuk memperbaiki kinerja guru dan perancang desain
pembelajaran adalah seperti penjelasan singkat berikut ini.
1.
Mengurangi waktu pembelajaran. TP memberikan wawasan untuk
membantu para guru dan para desainer(trainer)
mengurang waktu yang tidak efisien dalam pembelajaran melalui prosedur prosedur
khusus dalam analisa kebutuhan dan analisa pembelajaran Melalui prosedur
ini mengetahui apa yang menjadi tujuan pasti Dari tujuan pasti dari
proses pembelajaran (penyampaian materi) dngan tujuan itu lah proyek
pembelajarn di mulai. Konsekuensinya guru dan para desainer mengurangi waktu
pembelajaan yang tidak efektif untuk mencapai tujuan yang diinginkan.
2.
Menciptakan pembelajaran yang lebih menguntungkan dari segi biaya.Desain
pembelajaran yang sistemasis menolong para perencanaan pembelajaran
mencapai hasil yang luar biasa menguntungkan.
3. Menciptakan
pembelajan yang ramah. pembelajaran lebih menarik. Yang dimaksut dengan menarik
disini sangat variasi tergantung kasus per kasus, tetapi secara
umum pembelajaran yang menarik memiliki beberapa pengertian:
a.
Menantang, memberikan ekspetasi yang tinggi.
b.
Memiliki kesesuaian dengan pengalaman peserta didik di masa lalu
dan
dimasa yang akan datang.
c.
Ada unsur humor dan permainan dalam pembelajaran.
d.
Mempertahankan perhatian siswa melalui hal-hal yang baru.
e.
Terlibat secara intelektual dan emosional.
f.
Menggunakan berbagai bentuk penyajian.
Teknologi
Pendidikan (TP) mempunyai sejarah panjang yang sangat menarik. Banyak
inovasi-inovasi pembelajaran yang diinspirasi dari teroi kognitifisme,
konstruktifisme, seperti problem base lerning yang didisaen untuk meningkatkan
peserta belajar yang disampaikan oleh pengajar.
4.
Menghormati nilai-nilai kemanusiaan.
Banyak
inovasi didalam Teknologi Pendidikan (TP) yang berfokuskan dalam
nilai-nilai kemanusiaan. Artinya murid adalah orang yang tidak dijejali ilmu
saja atau dengan kata lain adalah memanusiakan murid. Hal ini sesuai dengan
bentuk inovasi yang dibuat dengan melihat murid dari segi behaviourisme. Secara
singkat dapat di samapikan bahwa hasil inovasi Teknologi Pendidikan (TP)
menempatkan peserta didik sebagai pemegang control dalam proses pembelajaran.
D. Peningkatan
Kinerja Organisasi
Pada
awalnya teknologi diadopsi oleh organisasi adalah untuk meningkatkan produktifitas
organisasi, terutama untuk memangkas biaya dan meningkatkan hasil. Itulah yang
menjadi tujuan pemanfaatan teknologi di dunia bisnis dan industri. Namun tujuan
ekonomis seperti ini boleh dikata kurang populer di organisasi atau lembaga
pendidikan seperti sekolah dan perguruan tinggi. Oleh sebab itu perlu dikaji
lebih dalam lagi beberapa kemungkinan peran teknologi dalam meningkatkan
produktifitas di organisasi pendidikan.
1.
Meningkatkan efisiensi dan efektifitas
Efisiensi
adalah doing things right (dengan benar) dan efektifitas
adalah doing the right things (yang benar). Dalam dunia pendidikan
kata efisiensi bisa dipandang sebagai rancangan, pengembangan, dan melakukan
pembelajaran dnegan cara memanfaatkan sumber-sumber sekecil mungkin untuk mencapai
hasil yang, paling tidak, sama atau lebih baik. Sementara kata efektifitas
berarti melakukan perbuatan yang memang benar-benar bisa menolong peserta didik
mencapai tujuan pembelajaran yaitu menguasai pengetahuan, punya keahlian, dan
terjadi perubahan sikap. Kita membutuhkan keduanya. Pembelajaran yang efisien
menjadi kehilangan makna jika tidak bisa mencapai tujuan pembelajaran.
Sementara itu pembelajaran yang menghasilkan hasil belajar yang diinginkan
tetapi boros penggunaan biaya, tidak tepat waktu, atau tidak punya dampak
menghasilkan lulusan yang tepat guna sama dengan pembelajaran yang tidak
produktif.
2.
Sebuah perspektif sistem bagi kinerja organisasi
Dalam
pendidikan kalimat “hasil yang diinginkan” bisa bermakna berbeda sesuai dengan
persepsi masing-masing orang. Oleh sebab itu perlu sebuah pengukuran what
goals are worth pursuing and what indicators should be used to measure progress
toward those goals” (hal.65). Banyak perdebatan yang dilakukan oleh ilmuwan
pendidikan apakah memang ukuran keberhasilan yang dipakai oleh
organisasi-organisasi bisnis dan industri (ekonomi) bisa dengan begitu saja
diterapkan dalam organisasi pendidikan. Terlepas dari hal tersebut, pendekatan
atau cara pandang sistem, secara total dan menyeluruh dapat membantu organisisi
atau institusi pendidikan mendefinisikan dan mencapai tujuan yang berharga
(output) dengan proses pembelajaran yang seefisien dan seefektif mungkin.
Esensi
dari pendekatan sistem adalah melangkah ke belakang dan mencatat faktor apa
saja yang terjadi di sekitar dan mempengaruhi kejadian-kejadian dalam proses
belajar mengajar di dalam kelas. Dengan melihat kondisi pembelajaran di kelas
maka dapat diperoleh pemahaman lingkungan apa yang seharusnya diciptakan untuk
mendukung strategi pembelajaran yang lebih berdampak.
Organisasi
dapat meningkatkan produktifitas komponen yang ada di dalamnya, terutama faktor
SDM nya dengan menolong mereka memperoleh pengetahuan yang baru, keahlian baru,
dan menciptakan sikap baru yang lebih positif. Namun ada usaha lain yang lebih
mendalam yaitu dengan mengubah kondisi-kondisi di dalam organisasi sehingga
orang lebih dapat memiliki performa kerja lebih baik lagi untuk mencapai tujuan
organisasi, dengan atau tanpa pembelajaran tambahan. Usaha perbaikan kinerja
yang sifatnya noninstructional intervention seperti mencipatkan
kondisi kerja yang lebih baik, alat kerja yang lebih memadai, dan memotivasi
pekerja menjadi lebih giat dilabelkan sebagai HPT atau human performance
improvement atau Teknologi Kinerja Manusia. Keseluruhan intervensi yang
bersifat instruksional dan noninstruksional dalam organisasi merupakan usaha
untuk mengembangkan atau meningkatkan kinerja organisasi.
3.
HPT
HPT
atau Teknologi Kinerja Manusia menurut Pershing adalah “the study and ethical practice
of improving productivity in organizations by designing and developing
effective interventions that are result-oriented, comprehensive, and systemic.”
HPT merupakan seperangkat metode, prosedur, dan strategi untuk memecahkan
masalah dalam kerangka organisasi. Sesuai dengan namanya maka HPT bersentuhan
langsung dengan potensi manusia sebagai sumber daya kerja dalam organisasi.
Penanganan performa SDM dengan baik akan dapat meningkatkan kualitas kinerja
organisasi. Bagaimana departemen Human Resource atau Personalia mengelola
karyawan untuk meningkatkan efektifitas kerja mereka adalah bidang yang
ditangani oleh HPT. Intinya HPT mengkaji tentang upaya-upaya untuk meningkatkan
kinerja orang dalam suatu organisasi melalui pendekatan yang sistematis, sistematis
dan ilmiah. Para teknolog kinerja tidak selalu merancang intervensi
pembelajaran sebagai suatu solusi dalam memecahkan masalah. Menurut Barbara B.
Seels dan Rita C. Richey. dalamcTeknologi Pembelajaran: Definisi dan
Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk).Teknolog kinerja akan
cenderung memperhatikan peningkatan insentif, desain pekerjaan, pemilihan
personil, umpan balik atau alokasi sumber sebagai intervensi. Hal ini mencakup
empat proses yaitu analisa, desain, pengembangan, dan produksi. Menurut
teknolog kinerja yang pada akhirnya menolong kita melihat posisi teknologi
pendidikan dalam HPT secara menyeluruh adalah bahwa pendidikan merupakan satu
dari berbagai intervensi yang mungkin diterapkan dalam meningkatkan kinerja di
tempat kerja.
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
Teknologi pendidikan dapat mengklaim untuk meningkatkan kinerja peserta
didik, guru dan desainer, dan organisasi secara keseluruhan.
Untuk mulai dengan, pengalaman pendidikan lebih cenderung mengarah pada
peningkatan kinerja karena desain instruksional doktrin teknologi pendidikan
pendukung pemilihan tujuan yang sepenuhnya mewakili jenis dan tingkat kemampuan
yang harus dipelajari. lanjut, teknologi pendidikan memiliki komitmen
untuk mempromosikan "belajar dalam," pembelajaran yang didasarkan
pada pengalaman yang kaya dan yang dapat diterapkan dalam konteks dunia
nyata. Transfer belajar dipromosikan oleh pelajar perendaman di
microworlds, lingkungan virtual di mana peserta didik memiliki kesempatan untuk
mengalami konsekuensi dari keputusan. Dalam pengaturan perusahaan,
pendekatan sistem merekomendasikan kegiatan sebelum, selama, dan setelah
pelatihan yang membuatnya lebih mungkin bahwa pekerja akan menggunakan
keterampilan baru mereka pada pekerjaan.
Guru dan desainer instruksional kinerja
ditingkatkan oleh pendekatan sistem, yang membantu fokus pada tujuan yang
bernilai tinggi, menyiangi tidak relevan, sehingga mengurangi waktu pembelajaran,
yang melestarikan sumber daya pendidik. proses pembangunan yang sistematis
juga cenderung menghasilkan hasil belajar yang lebih efektif, lebih
meningkatkan produktivitas.teknologi pendidikan juga peka terhadap kebutuhan
untuk membuat instruksi menarik dan manusiawi. Inovasi mereka
menganjurkan, dari instruksi diprogram untuk lingkungan belajar konstruktivis
telah alat untuk peserta didik bebas dari pasif, kunci-langkah mengajar, untuk
menyediakan lebih menarik dan melibatkan pengalaman belajar
Demikian apa yang dapat kami paparkan dalam makalah
ini. Semoga dengan makalah ini, kita semakin mendapatkan gambaran yang jelas
tentang tujuan utama dari Teknologi Pendidikan (TP ). Jadi dengan Teknologi
Pendidikan (TP) ini diharapkan bisa memecahkan masalah belajar atau
memfasilitasi pembelajaran agar efektif, efisien, menarik, dan juga bisa
meningkatkan kinerja. Peningkatan kinerja ini tentunya baik dari segi peserta
didik, guru atau perancang desain pembelajaran, serta organisasi yang
berkaitan. Dan kita juga bisa merenungkan apakah yang kita lakukan selama ini
dalam bidang pendidikan sudah sesuai dengan tujuan pendidikan kita.
Terimakasih.
DAFTAR PUSTAKA
Alan Januszewski dan
Michael Molenda. (2008). Educational
Technology A Definiton with Commentary. Laurence Erlbaum Associates: New
York London
Anderson, l. W.,
& Krathwohl, dr (eds.). (2001). Sebuah taksonomi untuk belajar, mengajar, dan menilai: Revisi taksonomi
Bloom tujuan pendidikan. York baru: longman.
Bloom, B. s., Englehart,
md, furst, e. J., Hill, WH, & Krathwohl, dr (1956). Taksonomi tujuan pendidikan. Handbook
I: domain kognitif. baru York: longmans, hijau.
Molenda, Michael &
Alan Januszweski. 2008 “Educational Technolog: A Definition with
Commentary . New York.
Pusat studi pemecahan masalah (CSP). (nd) Universitas missouri di columbia: http // csps.missouri.edu /
pastprojects.php. diambil Oktober 20,2006.
Seels, Barbara B. dan
Rita C. Richey.1995. Teknologi Pembelajaran: Definisi dan
Kawasannya, (terjemahan Dewi S. Prawiradilaga, dkk). Jakarta: UNJ Agus
Dwiyono. 2007.
Komentar
Posting Komentar